Pasuruan, PURIonline - Pak Ableh butuh uang untuk menikahkan anaknya. Satu-satunya barang yang dapat ia jadikan uang hanya seekor sapi. Ia berpikir akan menjual sapi itu.
Beberapa hari sebelum ia menjual sapi ke pasar datang seorang pedagang ternak. Pedagang itu menawar sapi Pak Ableh dengan harga murah sekali. Pak Ableh menolak menjual sapinya.
Tiga hari kemudian Pak Ableh menggiring sapinya ke pasar. Jarak pasar dari rumahnya lumayan jauh. Sekitar 15 km. Ia harus melewati hutan, lahan pertanian, & jalan berlumpur.
Baru 1 jam menggiring sapi ia berjumpa dengan seorang laki-laki. Mungkin orang dari desa lain. Pak Ableh tidak mengenalnya.
‘Mau dijual kambingnya, Pak?’ tanya orang itu.
Dahi Pak Ableh berkerut. ‘Ini sapi, bukan kambing,’ katanya agak kesal.
‘Ya sudah. Bapak mungkin salah lihat. Kambing dibilang sapi,’ kata orang itu sambil berlalu.
Pak Ableh kesal. Ia melanjutkan perjalanan.
Setengah jam kemudian Pak Ableh berjumpa lagi dengan seorang laki-laki muda.
‘Bawa kambing ke mana, Pak?’ tanya laki-laki itu.
Pak Ableh makin kesal. Orang sudah pada buta apa? Ini kan sapi. Mengapa dikatakan kambing?
Pak Ableh tak melayani pertanyaan anak muda itu. Ia terus belalu menyeret sapinya.
Dekat sungai ia bertemu lagi dengan laki-laki lain. Orang itu juga mengatakan sapinya itu kambing.
Menjelang sampai ke pasar ada 7 orang yg bertanya kepada Pak Ableh, & ke-7 nya mengatakan ia membawa kambing.
Sesampai di pasar, pedagang ternak menawar sapi Pak Ableh seharga seekor kambing saja. Pak Ableh tidak lagi percaya pada penglihatannya. Ia tidak lagi yakin hewan yang ada di depannya itu sapi. Matanya salah. Matanya salah. Ia pun memutuskan untuk menjual sapinya dengan harga seekor kambing.
Setelah Pak Ableh berbalik pulang dengan langkah lunglai, 9 orang laki-laki berkumpul di salah satu pojok pasar. Tujuh dari mereka adalah orang yang bertemu dengan Pak Ableh di jalan dan bertanya tentang ‘kambing’ yang dibawa Pak Ableh. Orang ke-8 adalah pedagang ternak yg pernah datang ke rumah Pak Ableh. Orang ke-9 pedagang ternak yang membeli sapi Pak Ableh seharga seekor kambing.
Hari itu mereka membagi keuntungan yang besar dari keberhasilan merubah sapi menjadi kambing. Semua tertawa gembira. Merayakan kemenangan.
Begitulah dunia persepsi. Siapa yang dapat mengendalikan persepsi orang, membuat orang menerima keburukan sebagai kebaikan, akan berkuasa atas orang lain.
Semoga bangsa ini tidak senasib dengan "sapi" di atas. Aamiin.
Beberapa hari sebelum ia menjual sapi ke pasar datang seorang pedagang ternak. Pedagang itu menawar sapi Pak Ableh dengan harga murah sekali. Pak Ableh menolak menjual sapinya.
Tiga hari kemudian Pak Ableh menggiring sapinya ke pasar. Jarak pasar dari rumahnya lumayan jauh. Sekitar 15 km. Ia harus melewati hutan, lahan pertanian, & jalan berlumpur.
Baru 1 jam menggiring sapi ia berjumpa dengan seorang laki-laki. Mungkin orang dari desa lain. Pak Ableh tidak mengenalnya.
‘Mau dijual kambingnya, Pak?’ tanya orang itu.
Dahi Pak Ableh berkerut. ‘Ini sapi, bukan kambing,’ katanya agak kesal.
‘Ya sudah. Bapak mungkin salah lihat. Kambing dibilang sapi,’ kata orang itu sambil berlalu.
Pak Ableh kesal. Ia melanjutkan perjalanan.
Setengah jam kemudian Pak Ableh berjumpa lagi dengan seorang laki-laki muda.
‘Bawa kambing ke mana, Pak?’ tanya laki-laki itu.
Pak Ableh makin kesal. Orang sudah pada buta apa? Ini kan sapi. Mengapa dikatakan kambing?
Pak Ableh tak melayani pertanyaan anak muda itu. Ia terus belalu menyeret sapinya.
Dekat sungai ia bertemu lagi dengan laki-laki lain. Orang itu juga mengatakan sapinya itu kambing.
Menjelang sampai ke pasar ada 7 orang yg bertanya kepada Pak Ableh, & ke-7 nya mengatakan ia membawa kambing.
Sesampai di pasar, pedagang ternak menawar sapi Pak Ableh seharga seekor kambing saja. Pak Ableh tidak lagi percaya pada penglihatannya. Ia tidak lagi yakin hewan yang ada di depannya itu sapi. Matanya salah. Matanya salah. Ia pun memutuskan untuk menjual sapinya dengan harga seekor kambing.
Setelah Pak Ableh berbalik pulang dengan langkah lunglai, 9 orang laki-laki berkumpul di salah satu pojok pasar. Tujuh dari mereka adalah orang yang bertemu dengan Pak Ableh di jalan dan bertanya tentang ‘kambing’ yang dibawa Pak Ableh. Orang ke-8 adalah pedagang ternak yg pernah datang ke rumah Pak Ableh. Orang ke-9 pedagang ternak yang membeli sapi Pak Ableh seharga seekor kambing.
Hari itu mereka membagi keuntungan yang besar dari keberhasilan merubah sapi menjadi kambing. Semua tertawa gembira. Merayakan kemenangan.
Begitulah dunia persepsi. Siapa yang dapat mengendalikan persepsi orang, membuat orang menerima keburukan sebagai kebaikan, akan berkuasa atas orang lain.
Semoga bangsa ini tidak senasib dengan "sapi" di atas. Aamiin.
Waallohu A'lam Bishowab