Pasuruan, PURIonline - Puncak gelombang Tsunami aksi penolakan UU "Kontroversial" Omnibus Law Cipta Kerja terjadi pada hari Kamis (8/10/2020) kemarin.
Ratusan ribu elemen Masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia tumpah ke jalan menyuarakan kekecewaannya terhadap Pemerintah dan DPR.
Salah satunya aksi yang dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur. Ribuan buruh, Mahasiswa, tani, dan elemen Masyarakat lainnya geruduk kantor Gubernur Jatim, Jl. Pahlawan No.110, Alun-alun Contong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Dari pagi hari ribuan masa aksi dari berbagai daerah khususnya wilayah ring 1 Jatim (Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, dan Mojokerto) sudah berdatangan hingga menemui kesepakatan dengan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa pukul 19.00 WIB.
Berikut isi surat cinta Gubernur Jatim untuk Presiden Joko Widodo terkait penolakan UU "Kontroversial" Omnibus Law Cipta Kerja yang isinya merugikan Masyarakat pekerja/buruh.
Dengan hormat,
Bersama ini disampaikan kepada Bapak Presiden, bahwa kami atas nama Pemerintah Jawa Timur mewakili Masyarakat Pekerja/Buruh mengajukan permohonan kepada Bapak untuk berkenan mempertimbangkan penangguhan Undang-undang Omnibus Law yang telah memperoleh persetujuan bersama antara Pemerintah RI dengan DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020.
Demikian permohonan kami, atas perkenan Bapak Presiden disampaikan Terima kasih.
Gubernur Jawa Timur
TTD
Khofifah Indar parawansa
Posisi UU Ciker saat ini ada ditangan Presiden, tinggal tanda tangan presiden dan masuk dalam lembaran Negara, di tanda tangan atau tidak oleh Presiden secara hukum tetap jadi UU, ada waktu 30 hari setelah di gedok DPR kemarin, tetapi Presiden bisa menangguhkan atau mencabut melalui diterbitkannya Perppu (Peraturan Pengganti Undang-undang).
Jika kita membaca surat diatas, ada sikap jelas dari seorang Gubernur, sedikit berani ambil sikap tetapi dengan bahasa birokrasi yang halus dengan meminta ditangguhkannya UU Omnibus Law tersebut.
Kita tunggu saja, apakah Bapak Presiden akan membalas surat cinta tersebut dengan penangguhan atau bahkan mengeluarkan Perppu?
Atau hanya didiamkan saja seperti tidak ada 'rasa' yang timbul?
Waallohu A'lam Bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar